Jumlah anak yang terinfeksi virus HIV diperkirakan akan bertambah. Kementrian Kesehatan meramalkan, pada 2014 anak positif HIV bertambah 5.775 kasus, sehingga total anak positif HIV di Indonesia hingga tahun itu mencapai 34.287 kasus. Di mana hampir 90% kasus HIV pada anak tersebut ditularkan oleh ibu mulai masa kehamilah hingga saat persalinan.
Dr. Ekarini Aryasatiani, Sp. OG dari RSUD Tarakan Jakarta Pusat mengutarakan, Ibu hamil dengan HIV positif memiliki kemungkinan yang sama besar untuk melahirkan anak yang positif ataupu negatif HIV. Dengan melakukan intervensi PMTCT (Prevention Mother To Child Transmition), pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak tersebut dapat diupayakan. Karena itu, saat ini semua ibu hamil semestinya harus diperiksa status HIV-nya. Namun, hal ini memang belum tersosialisasi secara luas, tuturnya.
Presentase resiko penularan HIV dari ibu ke bayi tanpa intervensi PMTCT adalah 25 45%. Di mana pada periode kehamilan, resiko penularan HIV 5% 10%. Saat persalinan 10% 20%. Saat ibu menyusui, resikonya 10 % 15% . Jadi memang pada saat persalinan itu yang paling dijaga, karena resiko penularannya paling besar. Pada masa kehamilan 0 sampai 14 minggu, bayi hidup dengan lapisan yolk eeg. Hidup dengan dirinya sendiri, jadi belum menyerap dari ibunya. Kalau ibunya positif, bayi belum kena. Tapi pada usia kehamilan 14-36 minggu mulai ada kontraksi, dimana darah ibu dan bayinya akan bercampur. Karena HIV menularnya lewat darah, saat itulah virus HIV ditularkan dari Ibu ke bayi.
Resiko akan bertambah selama persalinan resiko akan meningkat menjadi 20%. Jika menyusui, apalagi jika ada luka pada ibu kemudian masuk ke tubuh bayi, dan bayinya ada luka di ususnya kena lagi 7%. Masa kehamilan dan persalinan tanpa disertai pemberian ASI resikonya 15 25%. Sedangkan jika disertai dengan pemberian ASI sampai 24 bulan, resikonya menjadi lebih besar yaitu 30 45%. Oleh karena itu, ibu-ibu dengan HIV positif kita tidak sarankan menyusui. Namun, bagi ibu dengan HIV postif masih bisa menyusui dengan syarat harus ASI Eksklusif. Tanpa makanan pendamping/tambahan sama sekali. Karena kalau bayi diberi makanan tambahan lain, perut bayi akan luka. Padahal bayi tersebut sama sekali tidak boleh ada luka, karena begitu ada luka virus akan masuk, dokter Eka menjelaskan.
Dengan dilakukan intervensi PMTCT, resiko penularan HIV dapat ditekan hingga 50% bahkan hingga 0%. Konsep dasar PMTCT adalah meminimalkan penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Lebih lanjut Dr. Ekarini menjelaskan, Ibu dengan positif HIV jika ingin melahirkan anak yang negatif, maka harus dilakukan intervensi. Pertama adalah dengan menekan viral load (ukuran jumlah virus HIV dalam darah) menjadi serendah-rendahnya hingga nol.Mengkonsumsi ARV (antiretroviral) secara teratur sejak awal kehamilan. Serta pemantauan jumlah CD4,dimana jumlahnya harus lebih dari 500. Selanjutnya, meminimalkan paparan janin/bayi dengan cairan tubuh ibu. Prosedur persalinan yang dianggap lebih cepat dan aman sampai saat ini adalah dengan caecar. Karena kalau persalinan normal, mulai dari kontraksi sampai lahir itu bayi dipompain virus ke dalam bisa 6 sampai 18 jam.
Meskipun begitu, ibu HIV positif yang status viral load-nya nol masih bisa atau diperbolehkan melahirkan secara normal. Sedangkan pada ibu hamil yang tidak minum obat teratur, semuanya kita caecar. Setelah bayi lahir akan diberi profilaksis, yaitu obat untuk mencegah sampai terbukti bayinya negatif, baru kita stop. Karena begitu lahir, bayinya itu seolah membawa virus ibunya. Antigennya bagaimana, belum diketahui. Jadi bayi baru lahir itu kita nggak periksa statusnya. Akan kita tunggu 6 minggu. Sampai darah dari ibunya kira-kira hilang. Atau satu tahun yang paling oke, baru kita periksa VCR atau viral load. Jika viraload bayinya nol (0), maka kita stop semua obat. Serta mengoptimalkan kesehatan ibu. Karena jika kesehatan ibu baik, maka dia tidak akan menularkan pada anaknya. Perempuan yang mencurigai dirinya sendiri, minta pada dokter dicek HIV-nya.
Setiap orang sesungguhnya beresiko terinfeksi HIV, baik yang kelompok resiko tinggi seperti pengguna narkoba suntik dan heteroseks yang berganti-ganti pasangan, maupun kelompok resiko rendah seperti ibu rumah tangga dan anak. Karena itu perlu antisipasi sedini mungkin. Sepeti di Malaysia, di mana pasangan yang akan menikah diwajibkan menjalani tes HIV. Karena kalau salah satunya positif, beresiko menularkan pada keturunan mereka. Dalam HIV terdapat yang namanya periode jendela. Periode jendela atau window period adalah masa dimana HIV mulai masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibody terhadap HIV dalam darah. Umumnya berlangsung antara 2 minggu 6 bulan. Pada periode ini Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus.
Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat. Mereka yang terinfeksi HIV sebenarnya dapat hidup normal layaknya orang sehat jika terdeteksi lebih dini dan dilakukan penanganan yang benar dan berkelanjutan. Jadi, sebelum infeksi sekunder datang, daya tahan tubuh dinaikan dengan mengkonsumsi obat. Virus HIV memang tidak bisa mati, tapi bisa ditekan dengan cara konsumsi obat rutin.