BANYAK masyarakat muslim memakai lambang merpati putih sebagai simbol perdamaian. Tidak jarang dalam acara deklarasi perdamaian, burung merpati putih sengaja diterbangkan sebagai bagian dari simbolisasi perdamaian. Padahal simbol merpati putih sangat terkait dengan konsep ajaran agama Kristen.
Dalam tulisannya, Penuntun Simbol-simbol Ibadah Kristen: Sebuah Ensiklopedi Dasar, Markus Hildebrandt menyatakan bahwa simbol Burung merpati dalam tradisi Kristen dipahami sebagai simbol kehadiran Roh Kudus yang mengingatkan kita pada peristiwa baptisan Yesus oleh Yohanis Pembaptis (Mat 3:16 bdk Mrk, Luk dan Yoh)
Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya. (Matius 3: 16)
Seekor burung merpati dengan sebuah ranting zaitun juga telah menjadi simbol universal untuk perdamaian dan mengingatkan pada kisah Nuh (Kej 8:11), di mana sehelai daun zaitun menjadi tanda bahwa air bah telah surut dan simbol untuk perjanjian Allah dengan umat manusia dan segala ciptaan-nya.
Menjelang waktu senja pulanglah burung merpati itu mendapatkan Nuh, dan pada paruhnya dibawanya sehelai daun zaitun yang segar. Dari situlah diketahui Nuh, bahwa air itu telah berkurang dari atas bumi. (Kejadian 8: 11)
Tidak hanya itu saja, orang Kristen dan Katolik saat menikah di gereja pun menggunakan simbol merpati putih. Hal itu dimaksudkan agar kebersamaan pasangan tersebut dapat terjalin langgeng dan awet selamanya seperti sepasang burung merpati. Mereka juga menggunakan simbol merpati putih karena burung merpati adalah burung yang selalu setia dan tidak pernah ingkar janji terhadap pasangannya.
Lagi-lagi opini ini berkembang ketika Tuhan Yesus diurapi oleh Roh Kudus di sungai Yordan, maka Roh Kudus datang seperti burung merpati. Roh Kudus kemudian mengurapi Yesus, ia datang sebagai burung merpati yang menandakan bahwa dalam diri Yesus tidak ada satupun yang perlu dibakar atau disucikan, sebab Yesus sebagai Anak Allah kudus tanpa cela.
Sifat-sifat merpati yang tulus, penuh kasih, lemah-lembut, tidak membalas, tidak menyakiti, selalu berdamai, inilah yang kemudian dinisbatkan pada Yesus Kristus. Karena itu, Roh Kudus dilambangkan sebagai burung merpati.
Oleh karenanya kita harus berhati-hati dalam memakai simbol, karena simbol dalam padanan iman Kristen, bukan sekedar gambar an sich, tapi juga keniscayaan teologis.
Theolog protestan, Paul Tillich, misalnya yang menjadi peletak dasar kajian Simbol mengatakan bahwa simbol adalah konsep yang tersirat dalam sebuah perspektif keagamaan. Seperti dikutip F.W. Dillistone, dalam bukunya Daya Kekuatan Simbol (Yogyakarta: Kanisius 2002), Tillich mendefinisikan:
Simbol keagamaan dibedakan dari simbol-simbol yang lain oleh kenyataan bahwa simbol keagamaan merupakan representasi dari sesuatu yang sama sekali ada di luar bidang konseptual; simbol keagamaan menunjuk kepada realitas tertinggi yang tersirat dalam tindak keagamaan, kepada apa yang menyangkut diri kita pada akhirnya.
Maka itu, kita sebagai umat muslim harus senantiasa menghindari sebuah sikap penyepelean terhadap masalah simbol-simbol kafir yang terkait dengan keimanan. Sebab kita diharamkan untuk mengikuti konsep dan millah mereka dalam mengambil sebuah sudut pandang.
Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka. (HR Abu Daud, dan At-Thabrani dalam Al-Awsath, dari Hudzaifah, berderajat hasan).
Wa Allahualam....